Selasa, 31 Juli 2012

MEREVIVALKAN PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Dasawarsa ini, sangat penting bagi kita untuk mengetahui lebih jauh tentang  pembelajaran penegakan suata negara terutama yang berkaitan dengan keadaan dan situasi penegakan hukum dinegara kita yaitu negara indonesia. hal ini sangat penting bagi kita untuk terus mempelajari dan berusaha mengenalnya lebih dalam  karena hal ini begitu erat kaitannya dengan apa yang kita saksikan bahkan kita rasakan dalam kehidupan kita dan masyarakat kita.
Sampai saat ini masih sangat banyak orang yang tidak begitu memahami dan bahkan nyaris tidak tahu tentang keadaan sistem hukum di Indonesia, sehingga nyaris kebanyakan khalayak begitu saja menerima akan hukuman akibat keteledorannya. Menerima hukuman, yang sebenarnya terkadang tidak relevan dengan apa yang ia lakukan. Menerima hukuman yang tak seharusnya terjadi padanya.
Tiada lain, hal itu terjadi karena lemahnya pengetahuan sebagaian masyarakat akan pengetahuan tentang hukum, proses hukum dan sanksi-sanksi yang diberikan kepada para pelaku yang berlaku dinegara Indonesia. Oleh karena itu bias menjadi keharusan bagi masyarakat untuk mempelajari lebih cermat tentang hokum dan kebijakannya serta penegakan yang biasa diambil oleh pemerintah Indonesia.
Karena zaman ini sudah sangat banyak kasus hukum yang di selesaikan secara tidak adil, dimana para penegak hukum memiliki peran ganda sebagai mafia hukum secara tak kasat mata. Juga penegak hokum yang seiring terlalu memikirkan pribadinya. Yang terkadang tidak mau melihat siapa yang ada didepannya, siapa yang salah dan siapa yang benar.
Para mafia hukum inilah yang memporak-porandakan sistem hukum yang berlaku di tanah air kita. Gencarnya aksi mafia hukum tersebut disambut kritik dan protes yang tajam dari masyarakat sendiri, namun tak ayal, jarang yang sanggup untuk menghentikan mereka.
Maka karena keadaan Indonesia yang seperti ini, penulis sengaja kembali membuka pikiran khlayak guna kembali mengajak menyadari akan hal ini. Sehingga tidak akan ada lagi ketimpangan peran antara pemerintah dan masyarakat itu sendiri. Sehingga hokum tetap tegak dan berjalan sesuai fungsinya hal ini kembali ditulis  upaya untuk  penegakan hukum di Indonsia.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka makalah ini secara husus membahas permasalahan sebagai berikut:
1. Apa itu hukum, tujuan dan fungsinya?
2. Apa yang dimaksud dengan penegakan hukum?
3. Bagaimana Eksistensi penegakan hukum di Indonesia?

1.3 Tujuan penulisan
            Dalam penulisan makalah ini, tersimpan berbagai tujuan yang sangat penting untuk masyakat Indonesia. Terutama kita sebagai pemuda yang memiliki amanah untuk terus memperjuangkan Indonesia. Dalam masalah keadilan, ketentraman juga kebebasan dari para penjajah. Diantara tujuan kepenuilisan ini adalah:
1. Mengetahui apa itu penegakan hukum yang sebenarnya
dalam kehidupan masyarakat.
2. Mengetahui apa yang harus dilakukan untuk menegakkan
hukum tersebut.
3. Mengetahui penanganan mafia hukum di Indonesia

1.4 Manfaat Penulisan
            Setelah kita menyadari akan keadaan hokum di Negara kita, Indonesia. Maka sepatutnyalah kita harus lebih mengenal apa yang sebenarnya terjadi bahkan kita sebagai masyarakat yang berpendidikan haruslah turun lapangan untuk ikut serta menangani masalah hokum yang sedang diambang kerusakan ini. Dimana keadilan bagi masyarakat sudah tercampakkan. Bahkan seakan sudah tak dikenal kembali Indonesia sebagai Negara hokum. Maka dari itu, perlulah ditulis akan penegakan hokum kembali. Guna memberi kesadaran pada khalayak, terutama pembaca tulisan ini.




BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Hukum
Kata hukum berasal dari bahasa Arab, yang selanjutnya diambil alih dalam bahasa Indonesia. Di dalam pengertian hukum terkandung pengertian yang bertalian erat dengan pengertian yang dapat melakukan paksaan. Yaitu:
1. Recht
Recht berasal dari “Rectum” (bahasa Latin) yang mempunyai arti bimbingan atau tuntunan, atau pemerintahan. Bertalian dengan kata Rectum” di kenal pula kata “Rex” yaitu orang yang pekerjaannya memberikan bimbingan atau memerintah. “Rex” juga dapat diartikan raja yang mempunyai kerajaan (regimen).
2. Ius
Kata “Ius” berasal dari bahasa Latin yang mengandung arti hukum. “Ius berasal dari kata “Iubere” artinya mengatur atau memerintah. Kata “Ius seringkali bertalian erat dengan kata “Iustitia” atau keadilan. Pada zaman Yunani Kuno, Iustitia adalah dewi keadilan yang dilambangkan sebagai seorang wanita dengan kedua matanya tertutup dengan tangan kirinya memegang neraca dan tangan kanannya memegang sebuah pedang.
3. Lex
Kata “Lex” berasal dari bahasa Latin yakni “Lesere”. Lesere mengandung
arti mengumpulkan orang-orang untuk diberi perintah.
Sebenarnya para sarjana telah lama mencari suatu batasan tentang hukum tetapi belum ada yang dapat meberikan suatu batasan atau definisi yang tepat. Batasan-batasan yang diberikan adalah bermacam-macam, berbeda satu sama lain dan tidak lengkap. Maka sangatlah tepat apa yang telah dikatakan oleh Immanuel Kant pada tahun 1800 : “Noch suchen die juristen eine definition zu ihren
begriffe von recht”, yang artinya para juris masih mencari suatu definisi
Mengenai pengertian tentang hukum. Berdasarkan uraian tersebut, maka diangkatlah beberapa definisi hukum yang dikemukakan oleh pakar hukum antara lain ialah :
1. Prof.Dr. P.Brost
Hukum ialah merupakan peraturan atau norma, yaitu petunjuk atau pedoman hidup yang wajib ditaati oleh manusia. Dengan demikian hukum bukanlah kebiasaan.
2. Prof.Dr.Van Kan
Dalam bukunya “Inleiding tot de rechtswetenschap”, hukum ialah keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat.
3. Prof.Mr.Dr.L.J.Van Apeldoorn
Hukum mengatur perhubungan antara manusia atau inter hukum.
4. Kantorowich
Dalam bukunya “The definition of law” beliau mengatakan hukum adalah keseluruhan peraturan-peraturan social yang mewajibkan perbuatan lahir yang mempunyai sifat keadilan serta dapat dibenarkan.

2.2 Tujuan-tujuan Hukum di Indonesia
Mengingat banyaknya pendapat yang berbeda-beda berkaitan dengan tujuan hukum, maka untuk mengatakan secara tegas dan pasti adalah suatu hal yang sulit. Ada yang beranggapan bahwa tujuan hukum itu kedamaian, keadilan, kefaedahan, kepastian hukum dan sebaginya. Kesemuanya itu menunjukan bahwa hukum itu merupakan gejala masyarakat. Mengenai pendapat dari beberapa pakar hukum, dapat diketengahkan sebagai berikut :
A. Dr.Wirjono Projodikoro,SH
Dalam bukunya “Perbuatan Melanggar Hukum”, beliau katakan bahwa tujuan hukum adalah mengadakan keselamatan, kebahagiaan, dan tata tertib dalam masyarakat.
B. Prof. Subekti,SH
Dalam bukunya “Dasar-dasar Hukum dan Pengadilan”, beliau katakan bahwa hukum itu mengabdi pada tujuan Negara yang intinya ialah mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan rakyatnya.
C. Aristoteles
Dalam bukunya “Rhetorica”, beliau cetuskan teorinya bahwa tujuan hukum menghendaki keadilan semata-mata dan isi daripada hukum ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yang adil dan apa yang tidak adil.
Melihat dari semua hal yang diutarakan para pakar hokum, maka dapat digaris bawahi bahwa tujuan hukum adalah menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya
kepentingan-kepentingan itu tidak dapat diganggu. Dan juga dapat membuat para manusia untuk merasakan ketentraman dan keadilan dengan adanya hokum tersebut. Bukan malah sebaliknya, manusia merasa tertekan dan melarat hidupnya karma penegakan hokum yang sama sekali tidak sesuai dengan harapan masyarakat.
2.3 Fungsi Hukum  di Indonesia
Sebelum kita beranjak tahu terhadap apa itu penegakan hokum, maka sejatinya kita harus terlebih dahulu mengenal apa itu fungsi dari hokum yang ada di Indonesia.                               
Maka disini disebutkan Secara umum fungsi dari hukum tersebut adalah untuk menertibkan dan mengatur keadaan masyarakat serta menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dalam perkembangan masyarakat saat ini, fungsi hukum dapat terdiri dari:
 • Sebagai alat pengetur tata tertib hubungan masyarakat.
 • Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan social lahir dan batin.
 • Sebagai sarana penggerak pembangunan.
 • Sebagai fungsi kritis.
Agar fungsi-gungsi hukum dapat terlaksana dengan baik, maka bagi para penegak hukum dituntut kemampuannya untuk melaksanakan dan menerapkan hukum dengan baik, dengan seni yang dimiliki masing-masing petugas, misalnya :menafsirkan hukum sesuai dengan keadilan dan posisi masing-masing, serta bila diperlukan melakukan penafsiran analogis penghalusan hukum.

2.4 Definisi Dan Eksistensi Penegakan Hukum Indonesia
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam interaksi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari sudut subyeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subyek yang luas, yang diartikan sebagai upaya penegakan hukum yang melibatkan semua subyek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia tidak menjalankan atau menegakkan aturan hukum.                               Dalam arti sempit, dari segi subyeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.
Pengertian penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut obyeknya, yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pada nilai-nilai keadilan yang terkandung didalam bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Tetapi dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja
Maka atas hukum tertsebut, Pertahanan Negara bertujuan untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan RI dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman. Dalam perseptif pertahanan dan keamanan negara, penegakan hukum merupakan kata kunci pelaksanaan dan penegakan Hak Azasi Manusia (HAM).
Dalam penegakan hukum sebagai penghormatan terhadap hak azasi manusia, tidak dibenarkan dilakukan dengan pemaksaan kehendak, hukum harus ditegakkan sesuai aturan hukum yang berlaku. Hukum memang harus ditegakkan, tanpa itu maka hukum tidak akan memiliki wibawa dan hal tersebut berarti HAM juga tidak dihormati dan tidak ditegakkan.
Dengan uraian diatas menjadi jelaslah bahwa yang dimaksud dengan penegakan hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum, baik dalam artian formil yang sempit maupun dalam arti materil yang luas, sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subyek hukum yang bersangkutan maupun oleh aparatur penegakan hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dengan penegakan hukum itulah, manusia akan selamat karena haknya sebagai manusia yang merupakan rakyat Indonesia mampu dilaksanakan dan dihargai oleh aparat penegak hokum. Secara garis besar dapat disimpilkan, HAM berjalan berarti hukum terlaksana sesuai harapan.
Eksistensi Indonesia sebagai negara hukum secara tegas disebutkan dalam Penjelasan UUD 1945 (setelah amandemen) yaitu pasal 1 ayat (3); “Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat)”. Indikasi bahwa Indonesia menganut konsepsi welfare state terdapat pada kewajiban pemerintah untuk mewujudkan tujuan-tujuan negara, sebagaimana yang termuat dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yaitu; “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melaksanakan ketertiban dunia”. Tujuan-tujuan ini diupayakan perwujudannya melalui pembangunan yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan dalam program jangka pendek, menengah, dan panjang.
Menurut Philipus M. Hadjon, karakteristik negara hukum Pancasila tampak pada unsur-unsur yang ada dalam negara Indonesia, yaitu sebagai berikut :
 • Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas kerukunan;
 • Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan negara;
 • Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana            ter-akhir;
 • Keseimbangan antara hak dan kewajiban.
            Dalam hal ini, selain masyarakat yang menyadari akan kebijakan hukum Indonesia yang seakan mulai memudar. Maka selayaknya bagi pemerintah untuk semakin memperhatikan apa yang terjadi pada masyarakatnya. Agar tidak ada ketimpangan dalam melaksanakan hokum serta menegakkan kebijakan hokum yang saat ini mulai masyarakat pertanyakan.
            Oleh karena itu, sangat tidak memumkinkan untuk mencapai ketertiban, ketentraman, dan keadilan masyarakat dalam Negara tersebut. Kecuali antara kedua belah pihak, masyarakat dan pemerintah sama-sama menydari akan peran mereka dan sama-sama melaksanakan setiap peran mereka dengan baik. Maka, dengan keakuran, dan kekompakan saling menjaga dan melakasanakan hokum dengan baik, akan terciptalah suatu keinginan yang menjadi tujuan utama dari pembentukan hokum di Negara tersebut. Indonesia.















BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Di dalam negara hukum, setiap aspek tindakan pemerintahan baik dalam lapangan pengaturan maupun dalam lapangan pelayanan harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan atau berdasarkan padalegalitas. Artinya pemerintah tidak dapat melakukan tindakan pemerintahan tanapa dasar kewenangan.
Unsur-unsur yang berlaku umum bagi setiap negara hukum, yakni sebagai berikut : ٭Adanya suatu sistem pemerintahan negara yang didasarkan atas kedaulatan rakyat.
Bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasar atas hukum atau peraturan perundang-undangan.
٭Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warga negara).
٭Adanya pembagian kekuasaan dalam negara.
٭Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan (rechterlijke controle) yang bebas dan mandiri, dalam arti lembaga peradilan tersebut benar-benar tidak memihak dan tidak berada di bawah pengaruh eksekutif.
٭Adanya peran yang nyata dari anggota-anggota masyarakat atau warga negara untuk turut serta mengawasi perbuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah.
٭ Adanya sistem perekonomian yang dapat menjamin pembagian yang merata sumberdaya yang diperlukan bagi kemakmuran warga negara.
Unsur-unsur negara hukum ini biasanya terdapat dalam konstitusi. Oleh karena itu, keberadaan konstitusi dalam suatu negara hukum merupakan kemestian. Seperti apa yang dikatakan oleh Sri Soemantri, tidak ada satu negarapun di dunia ini yang tidak mempunyai konstitusi atau undang-undang dasar. Negara dan konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain.
            Maka atas pernyataan tersebut, sangat tidak rasional jika dalam suatu Negara pemerintahan ataupun masyarakatnya sendiri tidak tahu atau tidak mengenal hokum yang ada dalam Negara tersebut. Sehingga terjadi fungsi miring atas hokum yang telah disepakati juga terjadi ketimpangan social antara hubungan masyarakat dengan pemerintahannya.
3.2 SARAN
            Menyaksikan realita yang setiap detik terjadi di Negara Indonesia. Maka perlulah ada rasa saling memilki dan rasa cinta tanah air serta rasa pengabdian kepada Indonesia. Menghormati hukum-hukum yang telah ada, serta bertanggung jawab dengan baik terhadap peran masing-masing. Baik hal itu dari para penegak hokum, pemerintah dan masyarakat tersendiri.
            Dengan jalan kesadaran seperti itulah akan tercipta suatu sikap toleran, sikap yang tidak akan lagi menjatuhkan korban dalam kemiringan keputusan hukum  hukum. Dan dengan kesadaran diri pada masing-masing rakyat Indonesia, maka tak akan lama lagi Indonesia akan terbebas dari beban keterpurukan. Bebas dari ketertindasan dan bebas dari rasa ketidak adilan.


























DAFTAR PUSTAKA

Mertokusomo, Sudikno, mengenai hukum (suatu pengantar), Yogyakarta:Liberty,1988.
Daliyo, J.B. dkk, pengantar ilmu hukum, buku panduan mahasiswa, Jakarta: PT. Gramedia. 1989.
Algra, Mr. N.E, & Janssen. Mr. H.C.J.G. Rechtsingang, Gronengen: Wolters Noddhoff. 1981.
Poggi, Gianfranco. The develophmen of the modern state, A sociological introduction, London: Hulchilson, 1978.
www.geogle.co.id 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar