Naskah Teater
Indonesia adalah tanah air beta. Indonesia adalah ranjang kita bersama.
Indonesia maha kaya, lautan yang luas, hamparan tanah yang melebar, dan segala macam rempah yang menggunung.
Tapi dibelahan bumi Indonesia, masih berkeliaran tubuh-tubuh bertengkorak, tumpahan darah-darah merah, dan mayat-mayat yang terhampar mengenaskan. Bumi Indonesia masih banyak peluh yang mengalir tanpa balas jasa, kezaliman yang merajalela dan keangkuhan yang menggila-gila. Inilah Indonesia yang menumpuk seribu manusia pengadu nasib hidup, merana, dan miskin bahkan banyak yang mati tanpa nama, karena lapar bukan berperang.
“INDONESIA MASIH DALAM TANDA TANYA”
Petani : (naik panggung: pakek songkok tanduk pak tani, pegang cangkul, sediakan pupuk dan arek)
Beginilah nasibku, petani yang malang. Hanya panas matahari yang setiap hari menjadi teman setiaku. Cangkul yang menjadi senjataku membajak sawah. Nasib, aku yang harus bermain-main dengan matahari setiap hari, aku yang harus bangun subuh lalu beranjak ke sawah dan pulang petang hari… hanya tetap makan nasi merah putih! Hanya makan ikan kedelai tempe dan tahu. Peluhku yang bak orang mandi tak ada apa-apanya. Aku tetap melarat. Aku tetap memakai sepeda ontel!
Pedagang : (datang seorang cewek, pedagang kaki lima. Membawa dagangannya berbentuk gorengan2 serta minuman gelas. Duduk berderet dengan si petani)
Hei…. Bukan hanya kau yang melarat! Cobalah kau lihat bagaimana nasibku sebagai pedagang kaki lima. Setiap hari aku harus duduk di trotoar jalanan dan menawar-nawarkan makanan pada setiap orang yang ternyata tidak ada orang yang sama sekali meliriknya! Malu! Melas! Aku bak pengemis! Kau masih untung, 3 bulan lagi tembakaumu panen, kau akan dapat uang jutaan, sedangkan aku? Sebentar lagi tempe, tahu dan pisang gorengku akan basi! Tidak bisa dijual bahkan tidak bisa dimakan lagi!!!
Petani : uang jutaan? Dari mana? Kau tak pernah tahu nasib petani. Petani hanya pantang lelah. Hasilnya nihil! Tembakau hanya akan terjual murah! Sedangkan kau, masih untung kau punya usaha jual gorengan. Tak ada yang beli, kau makan sendiri!
Pedagang : oh… persyetan dengan semua itu! Aku lebih melas dari pada dirimu. Aku lebih sengsara, bukan hanya lelah. Tapi aku terlalu bosan dengan nasibku ini!
Pejabat : (lewat depan petani dan pedagang. Pakek Jaz, dasi dan membawa tas jinjingnya)
Hahahahaaaa……. Ribut….ribut…ribut. uang….. uang…uang. Itu yang selalu kalian teriakkan! Nasib orang miskin! Nasib orang bodoh! Lihatlah pada diriku, aku tak pernah kesusahan, aku tak pernah menikmati miskin. Aku bahagia dengan nasib yang menimpaku.
Petani : ini semua karena kau! Kau yang telah merampas hak kami! Kau yang telah memakan uang kami! Kau monster berdasi kemunafikan. Kau srigala berjaz kesombongan. Iblis kau!
Petani : hahaha…. Kau saja yang bodoh! Kenapa harus aku yang disalahkan!
Pedagang : hei srigala, (menunjuk tubuh pejabat), dasimu ini adalah upah yang harus kau bayar pada kami (menarik-narik dasinya). Jazmu ini najis. Kau hanya duduk diam dan mengorek uang dari rakyat. Kau yang selalu mencari-cari alasan untuk mengada-ngada agar rakyat membayar pajak dengan tinggi.
Petani : ingatlah srigala berdasi merah putih! Janjimu dahulu masih kami ingat. Kau bilang, jika kau menjadi pejabat, kau akan menolong orang-orang miskin, kau akan membiayai sekolah anak-anak tak mampu, kau akan memperbaiki pertanian Indonesia, kau akan menolong kaum buruh. Dimana janjimu? Kenapa kau malah memakan semua hak kami!
Pengemis : (tiba-tiba lewat dengan jalan duduk, ngesot…. Pakaian compang-camping). Kalian jangan meramaikan bumi ini dengan egoisme kalian sendiri. Lihatlah aku, tolonglah aku. Sejak kemarin aku masih belum menyantap sesuap nasi pun. Aku haus, aku lapar, aku ingin hidup. Tolong bantulah aku. (berhenti di depan pejabat).
Pejabat : najis! Jangan mendekat padaku!!! Kau kotor, bau. Pergilah, atau mati saja jika memang kau tak punya modal untuk hidup!
Petani : tutup mulutmu srigala berdasi! Ini adalah korban perbuatanmu! Kau yang harus menolong dia! Kau yang telah membuat dia lapar, haus bahkan kehilangan rumah dia. Kau bedebah!!! Serakah!
Pejabat : diam kau!!! Tau apa kau tentang semua ini? Sekolah saja kau tak pernah! Urusi saja sawahmu!!! Jangan ikut campur masalah orang!
Pengemis : diam semuanya!!!! Aku tak butuh suara-suara bising ini! Aku minta sesuap nasi, segelas air putih! Bukan perdebatan bedebah ini!
Pejabat : kau minta pada siapa?
Kau lihat dia! (menunjuk arah petani), sawahnya banyak, mintalah beras padanya. Atau kau butuh ikan-ikan, lauk dan air minum? Mintalah padanya (menunjuk pedagang kaki lima), merekalah yang memiliki semua makanan yang dapat mengenyangkan perutmu!!!
Petani + pedagang : hei kau!!! Apakah kau tak sadar? Harta kekayaan yang kami punya telah kau rampas. Kau makan dengan lahap bersama sanak keluargamu.
Pedagang : kau makan ini!!! (melemparkan gorengan serta air gelasan ke tubuh pejabat), kenyangkan saja perutmu! Agar sekalian kami tak merasakan nikmatnya dunia. Lezatnya pizza yang setiap waktu kau kunyah! Segelas susu yang setiap pagi kau teguk!
Petani : kau ambil ini semua! (melempar cangkul, arek dan pupuk ke depan tubuh pejabat), jadikan itu perhiasan isteri-isterimu! Senjatamu. Dan pupuklah jiwamu agar kau lekas sadar, bahwa kaulah yang membuat Negara ini miskin, kau yang membuat Indonesia berdarah dan mati tak memiliki apa-apa!
Pejabat : (bingung…)
(datanglah seorang pemuda/lelaki berseragam SMA, berdasi dan ber kopiah SMA)
Petani : pemuda! Mengapa kau baru hadir? Kenapa kau tak menyaksikan perdebatan antara kami dari awal? Perdebatan masalah hidup, nasib dan kekuasaan!
Pedagang : pemuda bangsa! Lihatlah kelakuan pemimpin kita, saksiakanlah betapa egois dan munafiknya dia terhadap amanah Negara kita! Dialah yang menyebabkan semuanya miskin. Marilah, berilah keadilan pada kami. Kau adalah pemuda terpelajar, kaulah yang mengerti hidup, kau yang mengerti perjuangan. Kau yang berpendidikan anak muda!
Pemuda : ya. Amanah bangsa memang ada ditangan para pelajar, para pemuda! Kesejahteraan bangsa ada ditangan pemuda. Itu mengapa sebabnya aku ingin tetap mempertahankan pendidikanku. Meski aku dari kalangan miskin, tak punya apa-apa, ayah ibuku tetap menyekolahkanku, mereka memperjuangkan masa depan Negara ditanganku. Aku akan berjuang dengan ilmu pengetahuan serta pengabdianku untuk rakyat dan Negara. Kita hapus pengangguran, kita perjuangkan yang miskin, kita ajari yang bodoh, kita tegakkan adil, tentram dan kebijaksanaan!!! Aku akan belajar menjadi pemuda yang tanggung jawab! Pemegang amanah bangsa, dan Negara!
Pengemis : kau benar pemuda! Kau lah yang akan memperjuangkan kesejahteraan hidup kami. Kaulah yang dapat mendobrak kebusukan-kebusukan pada srigala berdasi ular ini. Perjuangkanlah nasib bangsa ini! Jadilah pemuda yang pandai dan amanah!
Petani : lanjutkan belajarmu. Jangan pernah lengah pada permainan-permainan yang akan membuatmu memilih tidak belajar dan menjadi pengangguran. Pemuda pengangguran adalah salah satu perusak Negara Indonesia. Pengangguran adalah penyebab kita bertahan dalam kenistapaan.
Pedagang : tangguhkan niatmu. Bunuhlah kezaliman dengan ilmu yang kau miliki. Lumpuhkan para pejabat-pejabat yang angkuh, zalim dan sombong itu.
Pemuda : (mendekati pejabat). Dengarkan aduan mereka! Buka telingamu, buka matamu! Mereka nistapa, mereka miskin, mereka lapar, haus, mereka merana Tuan!!! Marilah, luruskan niatmu mengabdi pada Negara, sentuhlah mereka dengan nurani… ingatlah, kau punya anak… cucu… lihatlah nasib masa depan mereka nanti setelah kau copot jabatanmu,… tegakah kau melihat mereka nistapa?
Pasrahkah jika hartamu sedikit demi sedikit di ambil mereka yang berkuasa?
Pejabat : pemuda, tahu apa kau tentang semua ini???
pemuda : cukup Tuan!!! Aku sudah tahu kebusukan kalian. Aku tahu bagaimana taktik politik yang kalian mainkan dalam kehidupan kami. Aku disekolahkan, aku di cekoki buku-buku. Aku tahu tentangmu, tentang mereka juga tentang srigala-srigala lainnya disana. Cukup! Berhentilah berfoya-foya. Lihatlah rakyat kita. Indonesia menangis Tuan!!!! Menangis darah! Karena kau! Pemimpin munafik!
Pejabat : (diam, menunduk… meraba-raba cangkul, arek, gorengan dan menatap pengemis serta ia pandangi satu persatu petani, dagang dan pemuda). Indonesiaku….. merah putihku…… aaaaghhhh…. Bulsyet!!!!
Pemuda : Indonesia masih menunggu ikhlasmu berbakti, Indonesia masih menagih janji-janjimu. Marilah kita bersama-sama suarakan merdeka. Marilah hidup sejahtera. Hidup adil, hidup berjuang dengan ikhlas.
Pejabat : aku terlalu malu, aku terlalu hina… (lalu pergi. Turun dari panggung)
Pemuda : Tuan, urusan kita belum usai!
(melihat arah pengemis, pedagang, petani). Marilah lanjutkan perjuangan kita masing-masing. Jadilah petani yang baik, jadilah pedagang yang jujur. Dan kau…. Marilah kita berusaha mencari kerjaan yang lebih baik dari ini. Berdirilah (kearah pengemis), mari kita pergi… carilah usaha yang akan membuat nasibmu baik.
Petani : kau benar pemuda
Pedagang : kau hebat pemuda
Pengemis : aku akan berusaha pemuda. Kau benar, nasib buruk bisa kita ubah dengan usaha kita.
Pemuda : ya… kita adalah rakyat. Yang akan selalu menjadi bonika politikus jika lemah, maka… marilah bangun kecerdasan kita, usaha kita! Jadilah orang yang kuat!!! Pejabat akan tetap ada diatas, pejabat akan tetap duduk di kursi panasnya. Marilah merdekakan diri kita. Kita berhak berteriak, bersuara merdeka di bumi Indonesia. Kita berhak makan daging, minum segelas susu, dan menikmati rumah yang nyaman. Marilah…. Jangan berpangku tangan. Kita harus merdeka. Indonesia adalah milik kita!!!!
Petani : kita harus merdeka.
Pengemis : sejahtera tidak harus kaya. Hidup layak, makan layak, adalah kesejahteraan.
Pedagang : bangsa merdeka, Indonesia merdeka!!! Kita merdeka.
Pemuda : kita bangkit!!!! Merah putih milik kita!!! Petani, pedagang, pengemis, pelajar dan pejabat adalah bangsa Indonesia. Kita berhak meraih kemerdekaan!!!
(lalu semuanya pergi. Berturut-turut. Turun panggung)
Indonesia, tataplah wajah bangsa-bangsamu.
Indonesia… katakanlah.. kemerdekaan rakyat masih ada.
Indonesia, suarakanlah,… bahwa kau masih sanggup menjadi Negara kesatuan republic Indonesia… bhinnika tunggal ika.
Indonesia… berilah kami jawaban!!! (dibaca yang baca prolog diatas)
…………………………………………………………………………………………….
Terimakasih….
Selamat malam. Salam seni dan budaya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar